Freeport di Antara Jokowi, Sudirman Said dan Jim Moffett

Freeport di Antara Jokowi, Sudirman Said dan Jim Moffett

Bekas Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral era Joko Widodo yang kini menjabat Direktur Materi dan Debat Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga itu mengungkapkan sempat ada kesepakatan antara pemerintah dan PT Freeport Indonesia, dilakukan di Istana, dan bersifat \'rahasia\'. Pertemuan itu, kata Sudirman, yang membuat izin operasi Freeport di Indonesia disepakati diperpanjang. Dalam diskusi yang diselenggarakan di Institut Harkat Negeri, Sudirman mengatakan bahwa pada 6 Oktober 2015, pukul delapan pagi, dia ditelepon ajudan presiden untuk datang ke Istana. Dia sampai setengah jam kemudian. \"Kemudian duduk 5-10 menit, langsung masuk ke ruang kerja Pak Presiden,\" kata Sudirman. Tapi sebelum masuk ke ruang kerja itu, Sudirman mengaku dibisiki oleh asisten pribadi presiden. Si asisten bilang, \"pak menteri, pertemuan ini tidak ada.\" Pertemuan itu bahkan tidak tercatat dalam jadwal yang dipegang sekretaris negara dan sekretaris kabinet. Dengan kata lain, rahasia. Sudirman mengiyakan permintaan itu. Dia masuk ke dalam ruangan. Ternyata Jokowi sudah didampingi James R. Moffett yang saat itu tidak lain bos Freeport McMoran Inc, induk PT Freeport Indonesia. \"Tidak panjang lebar, presiden mengatakan \'tolong disiapkan surat seperti apa yang diperlukan. Kira-kira kita ini menjaga kelangsungan investasi nanti dibicarakan setelah pertemuan ini,\'\" kata Sudirman. Dalam pertemuan itu Moffet juga bicara. Dia memberikan draf naskah yang isinya kelangsungan bisnis PT Freeport Indonesia. Sudirman mengaku tidak mau, karena merasa isinya lebih menguntungkan Freeport. Sudirman, yang pernah mencalonkan Gubernur Jawa Tengah lawan Ganjar Pranowo dan gagal, juga mengatakan kalau caranya demikian, maka itu sama saja dengan \"negara didikte korporasi\" . Sudirman pun membuat draf versinya sendiri yang keluar pada 7 Oktober 2015. Surat ini jadi cikal bakal perpanjangan izin PT Freeport Indonesia. Dua hari kemudian, lewat siaran pers nomor 61/SJI/2015, ESDM mengumumkan \"kelanjutan operasi komplek pertambangan Grasberg pasca 2021.\" \"Freeport-McMoRan Inc. hari ini mengumumkan bahwa PT Freeport Indonesia (PTFI) dan Pemerintah Indonesia telah menyepakati operasi jangka panjang dan rencana investasi PT-FI,\" demikian kalimat pembuka siaran pers itu. Dengan demikian, kata Sudirman, keputusan untuk memperpanjang kontrak bukan atas inisiatif dirinya, tapi langsung dari Jokowi. Ketika itu Freeport memang tengah gencar-gencarnya mendesak pemerintah memperpanjang izin mereka. Saat itu, berdasarkan Kontrak Karya jilid II yang ditandatangani pada 1991, periode produksi Freeport berakhir pada 2021. Mereka ingin memperpanjangnya jadi 2041. Dalam kontrak itu juga disebutkan kalau dalam 20 tahun atau paling lambat 2011, Freeport kudu mendivestasi atau menjual saham mereka sebesar 51 persen. Namun Freeport merasa tak wajib melakukan itu dengan berpatokan pada Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1994 yang memang tak mengharuskan perusahaan penanaman modal asing (PMA) mendivestasikan sahamnya ke Indonesia. Akhirnya sampai 2011, baru 9,36 persen saham PTFI yang sudah didivestasikan ke pemerintah. Negosiasi alot soal divestasi berakhir ketika pemerintah membentuk holding BUMN Tambang, PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum). Inalum disiapkan khusus untuk melakukan aksi korporasi. Mereka membeli 40 persen hak partisipasi atau participating interest Rio Tinto di tambang Grasberg dan 100 persen saham FCX di PT Indocopper Investama yang memiliki saham 9,36 persen di PTFI. Dengan demikian, saat ini, kurang lebih 51 persen saham PT Freeport milik Indonesia. Operasi Freeport pun diperpanjang hingga 2041, setelah Kontrak Karya diganti dengan Izin Usaha Pertambangan Khusus Operasi Produksi (IUPK). Lalu kenapa Sudirman baru mengatakannya sekarang, ketika pemilihan presiden tinggal menghitung bulan? \"Saya lakukan ini semata-mata agar publik tahu,\" akunya (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: